
Semarang – Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) melalui Fakultas Pendidikan Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Teknologi Informasi (FPMIPATI) bekerja sama dengan PT Lentera Vokasi Indonesia menyelenggarakan program pemetaan karakter mahasiswa bertempat di Ruang Laboratorium Komputer kampus pada hari Rabu, 21 Mei 2025. Program ini menjadi salah satu terobosan strategis dalam mengembangkan kesadaran diri mahasiswa terhadap gaya belajar, cara berkomunikasi, serta arah masa depan yang sesuai dengan kekuatan dan keunikan personal mereka masing-masing.
Kegiatan yang melibatkan 32 mahasiswa dari berbagai jurusan ini menggunakan sistem asesmen digital berbasis teknologi bernama Vokasiana Persona, sebuah alat bantu profesional yang dirancang oleh PT Lentera Vokasi Indonesia untuk memetakan potensi individu secara lebih mendalam, cepat, dan praktis. Program ini mendapat sambutan antusias baik dari mahasiswa maupun pimpinan fakultas.
Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan FPMIPATI, Dr. Erna Saptaningrum, M.Pd, serta dihadiri langsung oleh CEO PT Lentera Vokasi Indonesia, Fandhi Nugroho Lufti, S.ST, yang juga menyampaikan pemaparan mengenai pentingnya pemetaan karakter dalam dunia pendidikan tinggi saat ini.
Deteksi Karakter, Gaya Belajar, dan Arah Karier
Dalam sambutannya, Dr. Erna Saptaningrum menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari komitmen fakultas untuk menghadirkan pendekatan pembelajaran yang lebih manusiawi dan berorientasi pada potensi. Melalui program pemetaan karakter, mahasiswa tidak hanya diukur dari sisi akademik, tetapi juga dari keunikan cara berpikir, belajar, dan berinteraksi mereka.
“Setiap mahasiswa memiliki kekuatan dan cara tumbuh yang berbeda. Program seperti ini membantu kami sebagai pendidik untuk bisa lebih memahami mereka, dan bagi mahasiswa sendiri, ini menjadi momentum mengenali siapa diri mereka sebenarnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Fandhi Nugroho Lufti dalam paparannya menjelaskan bahwa Vokasiana Persona dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan antara potensi pribadi dengan realitas akademik dan dunia kerja. Sistem ini memetakan karakter seseorang berdasarkan gabungan elemen gaya belajar, gaya komunikasi, minat dominan, serta rekomendasi arah studi dan karier masa depan.
“Banyak mahasiswa yang masih bingung mengambil keputusan penting dalam hidup—mulai dari memilih jurusan, organisasi, hingga pekerjaan. Program pemetaan karakter membantu mengurangi kebingungan itu karena kita mulai dari dalam: dari potensi asli diri sendiri,” jelas Fandhi.
Hasil Pemetaan: Reflektif, Komunikatif, dan Ingin Berdampak
Berdasarkan hasil analisis terhadap data peserta, mayoritas mahasiswa menunjukkan kecenderungan karakter reflektif, suportif, dan empatik. Mereka cenderung suka merenung, bekerja secara sistematis, dan memiliki kepedulian tinggi terhadap orang lain. Dalam konteks gaya belajar, sebagian besar peserta memiliki kecenderungan belajar dalam suasana tenang dan terstruktur, membutuhkan waktu untuk memproses informasi sebelum mengungkapkan pemahaman secara verbal.
Sedangkan dalam hal gaya komunikasi, mahasiswa menunjukkan kecenderungan ramah, komunikatif, dan personal. Mereka bukan tipe yang mendominasi percakapan, tetapi cenderung membangun kedekatan emosional dan kepercayaan dalam interaksi sosial. Hal ini memberikan potensi besar dalam dunia pendidikan, konseling, pelatihan, hingga pengembangan komunitas.
Adapun dalam aspek motivasi dan aspirasi karier, program ini menemukan bahwa mayoritas peserta tidak hanya fokus pada pencapaian materi, tetapi lebih tertarik pada kontribusi sosial, makna hidup, dan kebermanfaatan jangka panjang. Banyak yang berminat menjadi guru, fasilitator pelatihan, pembimbing komunitas, atau bahkan membuka usaha edukatif berbasis nilai.
Manfaat Langsung untuk Mahasiswa dan Kampus
Program pemetaan karakter tidak hanya memberikan manfaat kepada mahasiswa secara individu, tetapi juga menjadi aset strategis bagi kampus. Dengan data kolektif yang diperoleh, pihak fakultas dan universitas dapat memahami karakteristik umum mahasiswanya, yang bisa dijadikan dasar untuk menyusun kurikulum berbasis karakter, pelatihan vokasi, serta model pembelajaran yang sesuai dengan kecenderungan gaya belajar mahasiswa.
“Misalnya, kalau kita tahu bahwa sebagian besar mahasiswa kita reflektif dan tidak suka suasana belajar yang tergesa-gesa, maka pendekatan pembelajaran yang kompetitif dan penuh tekanan justru akan kontraproduktif,” ujar Fandhi.
Lebih dari itu, hasil pemetaan ini juga bisa menjadi alat bantu dalam program bimbingan karier, penempatan organisasi mahasiswa, bahkan rekrutmen asisten dosen atau relawan kampus. Mahasiswa yang sudah memahami kekuatan dirinya akan lebih mudah diarahkan ke jalur pengembangan yang tepat.
Pendidikan Tinggi Masa Depan: Berbasis Karakter
Program pemetaan karakter seperti yang dilakukan di UPGRIS menjadi contoh bagaimana pendidikan tinggi perlu beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Di tengah kompleksitas dunia kerja dan perubahan sosial, mahasiswa membutuhkan lebih dari sekadar IPK. Mereka membutuhkan pemahaman diri yang utuh agar mampu bertahan dan tumbuh secara mandiri.
Dengan hadirnya Vokasiana Persona di lingkungan akademik, pendekatan pendidikan pun mengalami perluasan—dari sekadar instruksional menjadi transformatif. Mahasiswa tidak lagi diperlakukan sebagai obyek pembelajaran, tetapi sebagai subyek tumbuh-kembang yang memiliki arah dan tujuan personal.

Antusiasme Mahasiswa dan Harapan Ke Depan
Salah satu peserta, Eka Septy Kaori, mengaku sangat terbantu dengan program ini. “Saya merasa lebih percaya diri setelah mengetahui bahwa gaya belajar saya ternyata reflektif. Selama ini saya merasa salah sendiri karena tidak bisa cepat paham seperti teman-teman lain,” ujarnya.
Peserta lain, Sulistiawan, menyebut bahwa program ini membuka pikirannya tentang kemungkinan wirausaha di bidang edukasi. “Ternyata karakter saya cocok jadi fasilitator atau mentor. Dulu saya tidak kepikiran ke arah itu,” katanya.
PT Lentera Vokasi Indonesia menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung institusi pendidikan dalam menyelenggarakan program pemetaan karakter, baik di tingkat sekolah menengah, perguruan tinggi, maupun lembaga pelatihan. Harapannya, program ini bisa menjadi bagian dari sistem pendidikan yang lebih holistik dan memberdayakan.
Penutup
Kegiatan program pemetaan karakter mahasiswa di UPGRIS menjadi bukti bahwa pendidikan tinggi yang berkualitas bukan hanya tentang kurikulum dan nilai, tetapi juga tentang memahami manusia di balik mahasiswa. Dengan memahami siapa diri mereka, mahasiswa tidak hanya siap belajar, tapi juga siap menjalani hidup dengan lebih sadar, terarah, dan berdampak.
